tiqUNlKhA9rYA6EcjzIC9JgyYepNTgUokUaq6D7G
Terjemahan

Hubungan ku dengan hewan, terurai

Baru saja hari ini, setelah bangun tidur, aku mengingat ada sesuatu yang berubah dari diriku. Aku ingat bagaimana aku memperlakukan si Kulin, kucing rumahku, belakangan ini. Aku merasa bisa berkomunikasi dengannya, terutama dalam memahami tanda-tanda lapar mau makan dan juga ingin dimanja. Hal yang aku rasa adalah sederhana. Namun ada yang lebih dari sekedar perubahan perlakuan aku terhadap kucingku, itu adalah saya mulai terbebas dari trauma kekerasan yang disebabkan oleh ayah saya.

Photo by Kat J on Unsplash

PERINGATAN: KONTEN TRAUMATIK

Saya ingat ketika saya kecil, saya dipukul oleh ayah dengan peralatan-peralatan masak yang ada di dapur, dari centong, kayu, semuanya sudah dicobakan untuk dipukul ke badanku. Di setiap pukulan, aku berteriak dan menangis semakin keras. Serangan bertambah terus menerus dan ayah memaksa aku untuk diam dan berhenti menangis sambil terus memukul tubuhku. 

Dampaknya dari peristiwa ini adalah, ketika aku ingat kembali peristiwa itu, aku jatuh tersungkur dan merasakan sakit di seluruh badan aku disertai pikiran-pikiran bahwa aku tidak berhak untuk hidup. Ini juga mempengaruhi bagaimana aku berinteraksi dengan orang lain. Aku masih merasakannya sekilas ada pemikiran tentang orang lain akan menyakiti aku secara fisik, emosional, maupun verbal. Ini membuat kecemasan aku cenderung naik dan selalu merasakan ancaman meskipun itu tidak nyata. Dan yang terakhir, seperti yang aku jelaskan, kebalikannya dari yang aku ceritakan di paragraf pertama, aku melampiaskan kekerasan yang aku alami pada binatang yang ada di sekitar. Aku sadar bahwa tindakan aku pada hewan menunjukkan apa yang terjadi pada dalam diriku.

Bekerja selama hampir satu tahun lebih dengan Friends Peace Teams, menekuni dan menjadi fasilitator Menciptakan Budaya Damai/CCP (Creating Cultures of Peace), serta mengikuti pertemuan rutin kelompok pendamping, telah membawa saya untuk menemukan pola-pola kaku atau trauma yang ada di tubuh dan pikiranku. Termasuk melihat bagaimana saya berinteraksi dengan binatang. Dulu, saya mudah sekali melampiaskan emosi dengan kekerasan terhadap binatang disertai dengan pikiran bahwa hewan itu berhak atas kekerasan yang aku berikan. Semakin ke sini, setelah aku memproses kisah trauma yang aku ceritakan sebelumnya dan berulang kali berlatih untuk mengubah pola kaku untuk melampiaskan kekerasan pada hewan, aku mulai memahami sebab-akibat yang mendorong aku melakukan kekerasan pada hewan. Aku mulai berpikir bahwa mereka adalah makhluk hidup juga dan memiliki pengalaman dan perasaan untuk hidup. Dari situ, aku mulai merencanakan dan melakukan strategi penyembuhan trauma dan perubahan kebiasaan, termasuk dalam cara berinteraksi dengan hewan.

Photo by Baran Lotfollahi on Unsplash

Pola-pola kaku itu termanifestasi dalam perilaku, maukah diri bercermin pada diri dan temukan asalnya?


Posting Komentar

Terima kasih sudah berkomentar
Populer