Usia ku sudah 25 tahun dan aku merasa takut. Aku menyadari bahwa akibat banyak trauma yang saya miliki, perkembangan saya tertambat di usia saat peristiwa trauma terjadi. Aku tumbuh dengan banyak batang yang patah, tak semuanya bisa tumbuh dengan baik. Ada berbagai aspek yang menjadi dewasa bahkan melebihi orang sebaya ku, ada pula yang jauh tertinggal di belakang. Aku seakan mengejar ketertinggalan ku. Terutama soal bagaimana aku bisa hidup mandiri dan stabil. Sepertinya itu akan memakan waktu yang cukup panjang untuk belajar dan menyesuaikan diri.
Rasanya dunia tempat ku tinggal itu tidak aman. Aku senantiasa merasa rapuh dan cemas. Perlakuan yang tak pantas dari orang lain bahkan butuh waktu beberapa hari untuk bisa kembali berpijak. Orang yang gak paham bilang, "bersikaplah biasanya". Mereka gak paham bagaimana repotnya aku ketika mengatasi dan memulihkan diri hanya dari satu peristiwa kekerasan atau hal yang gak sesuai dengan harapan. Karena itu juga, memang, aku menurunkan sebagian besar harapan ku dan melihat apa yang ada sekarang dan apa yang bisa aku lakukan soal itu. Orang bisa membuat perencanaan 5 tahun dan berpacu pada itu. Aku sudah berpikir tidak bisa lagi seperti itu. Pandangan tentang masa depan terlihat kabur dan aku berusaha untuk bisa selamat. Aku sadar pola dan yang aku alami adalah buah simalakama dari penindasan yang ada di sekitar ku. Misalkan dalam hal mencari pekerjaan. Aku menghindari situasi kerja yang bisa menciptakan trauma baru untuk ku. Agak sulit untuk mengedukasi orang yang masih awam dan belum tentu juga orang mau belajar dan memahami. Karena sistem dan budayanya memaksa mereka untuk bekerja tanpa kenal apa di sekitarnya, termasuk orang-orang rentan seperti ku.
Kerentanan yang ku alami, dan beberapa orang juga, membuat kami disisihkan. Dipaksa untuk terus pulih tanpa diberikan kesempatan untuk bekerja sesuai kapasitas keterampilan dan mental kami. Tekanan kerja begitu tinggi hingga itu menjadi pemicu untuk pengalaman kembali trauma atau kekambuhan krisis mental. Memang merepotkan dan menyusahkan, apalagi kami yang penyintas... Trauma hadir sebagai adanya ketidakadilan, bukan karena ada sesuatu yang tidak beres dengan kami. Melainkan kondisi sosial dan budaya yang tidak adil menciptakan banyak sekali trauma.
Kami membutuhkan kehidupan dan pekerjaan yang layak. Kami bukanlah kuda yang dipacu setiap hari untuk ekonomi negara. Tidak ada target yang perlu dicapai selain penerimaan keberadaan kami dan ruang untuk kami bisa berkarya dengan aman dan optimal.


Posting Komentar