Musim-musim buruk tentang perlakuan tidak adil mulai mereda. Kemudian dalam kesadaran, hadirlah perhatian bahwa ada dorongan anak batin yang telah membawa saya kemari. Saya menuntun ia keluar dari situasi buruk itu.
Saat ini, saya sudah dalam kondisi bahwa saya sudah valid mengenai perasaan. Tidak perlu afirmasi tentang apa yang sebenarnya saya rasakan. Keajegan seperti ini belum pernah tercapai sebelumnya. Ini adalah sebuah pengalaman baru bagi saya.
Saya mulai memperhatikan anak batin sejak pagi hari saat aku menulis postingan ini. Dalam pengalaman saya, anak batin inilah yang menyorot bahwa rumah tangga yang saya singgahi sedang tidak baik-baik saja. Trauma generasi yang hidup membuat situasi semakin sulit dan mencekam bagi saya. Saya dihantui perasaan gagal dan tidak ada jalan keluar. Ditambah, sakit sinusitis yang memperburuk kondisi fisik dan mental.
Anak batin telah berusaha melindungi saya. Itu benar adanya. Di saat-saat saya merasa sangat tertekan, saya kehilangan pijakan dan menjangkau sekitar belasan orang untuk umpan balik. Dukungan teman-teman membuat aku jelas dalam menerima dan menghayati pengalaman diriku sendiri.
Kehadiran anak batin telah menuntun saya untuk kembali ke posisi awal dan melakukan hal yang selama ini ingin saya kerjakan dan selesaikan, yakni menulis. Selama ini saya tidak dapat fokus secara penuh karena terhalang tugas sekolah maupun pekerjaan. Saya benar-benar ingin menuliskan apa yang saya alami dan rasakan karena saya menyadari bahwa apa yang telah saya proses adalah berharga dan dapat dibagikan.
Di dalam pandangan imajinasi aktif, anak batin ini yang berlari menyusuri gua dan menarik diri saya keluar. Dengan semangat dan rasa ingin tahu, ia mendorong saya keluar. Hal kekanak-kanakan ini adalah yang selama ini hilang kemudian muncul kembali. Untuk bisa bermain dan melepaskan ketegangan di tengah-tengah dunia orang dewasa (yang terbentuk) kaku dan penuh kekerasan. Imajinasi aktif dan daya cipta adalah hak yang dapat menghidupkan diri saya kembali.
Awalnya saya mengganggap respon yang muncul dari anak batin sebagai bermasalah. Terutama dalam bagaimana ia menyorot tanda bahaya lewat perhatian saya. Saya menjadi terus menerus merasa tidak nyaman. Saya mendapat wawasan sebelumnya tentang menghayati secara penuh dan bertindak Arif terhadap perasaan. Dalam budaya arus utama di Indonesia, kami dididik untuk mengabaikan perasaan dan fokus pada pekerjaan dan/atau kewajiban yang dibebankan pada diri sendiri. Sementara yang saya lakukan tampak berlawanan dari budaya itu bahwa perasaan dan pikiran yang muncul perlu ditangani secara Arif.
Merawat emosi kita adalah penting. Emosi adalah pesan tentang apa yang terjadi di dunia. Emosi menjadi indikator pengalaman dan diri berlatih untuk bertindak dengan integritas. Banyak hal yang sudah saya lakukan beberapa hari ini untuk bertindak dengan kearifan. Saya memutus banyak sekali kegiatan dan komitmen yang tidak perlu.
Anak batin mengingatkan saya untuk menjadi Arif dalam menanggapi peristiwa dunia. Pengalaman yang hidup dalam diriku menjadi kaya. Dulu, saya merasa tidak punya pedoman dalam hidup. Kini, saya menerima bahwa pedoman datang dari dalam diri sendiri. Sesuatu yang mendorong saya untuk berjalan sampai di sini.



Posting Komentar