Sekarang kita berada di ruang yang cukup aman dan nyaman untuk memproses kenangan dan emosi yang tertunda cukup lama. Selamat datang di bilik penyucian jiwa...
Saya menuliskan tentang pengalaman pribadi terkait trauma. Sebuah pola kaku, luka batin, yang secara misterius dan kadang primitif, untuk melindungi diri dari ancaman, baik nyata maupun tidak. Wawasan tentang trauma terus berkembang. Blog ini menjadi rekaman perkembangan pemahaman saya tentang kesehatan jiwa.
Di kondisi saya baru-baru ini, saya belajar bahwa kondisi hidup yang cukup aman dan nyaman juga mendorong trauma untuk naik ke permukaan. Dalam kesempatan baru-baru ini, trauma ternyata bisa hadir menjelang pengambilan keputusan hidup yang penting. Kemunculan trauma di saat pengambilan keputusan yang penting menjadi peringatan bahwa ada suatu peristiwa atau ancaman yang perlu diantisipasi, itu bisa dari luar diri maupun dari dalam diri.
Kemunculan trauma, semacam berada dalam jamuan. Di hadapan, diri akan disajikan dengan satu atau beberapa kenangan. Ia memberikan makanan berupa cerita, emosi dan wawasan. Wawasan biasanya dihidangkan sebagai hidangan penutup. Si pelayan ini, tidak akan memberikan hidangan penutup jika diri belum menghabiskan hidangan utamanya. Maksud saya, cerita dan emosinya perlu dilahap habis terlebih dahulu sebelum memperoleh wawasan.
Menyantap cerita dan emosi ternyata tidak semudah memakan makanan. Melainkan ada kreativitas dan sandi yang perlu diuraikan. Tubuh kadang tidak bisa dengan mudah mengatakan apa yang dibutuhkan, melainkan emosi dan kenangan menjadi media untuk komunikasi dengan tubuh. Dalam kesadaran diri, diperlukan keterampilan berpikir dan memecahkan teka-teki. Dalam satu waktu, bisa saja informasinya muncul berupa “perintah langsung”. Namun, sebenarnya pesan-pesan itu perlu diuraikan maknanya, didekripsi terlebih dahulu. Layaknya membaca dan menghayati puisi. Hanya saja kata-kata dalam bait puisi itu diisyaratkan dengan emosi, kenangan dan pikiran.
Dalam wacana dengan rekan praktisi kesehatan mental, kesadaran penting untuk mencerna informasi. Keterampilan berpikir lanjutan berupa memperoleh tilikan dari kenangan yang disajikan adalah penting dan perlu didukung. Ini kenapa penting bahwa orang dengan trauma perlu pendampingan psikolog ataupun terapis untuk memperoleh keterampilan menyimpulkan wawasan. Sajian wawasan ini adalah pelajaran berharga dalam mengantisipasi rintangan atau risiko hidup di hadapan. Umpan balik diperlukan jika wawasan yang diterima terasa kurang kuat maupun perlu diuji.
Tindakan berdasarkan wawasan dan kearifan menjadi landasan dalam pemulihan pribadi. Kebiasaan baru bisa dibangun dari wawasan tersebut. Pola-pola kaku yang sudah lama terbentuk akibat peristiwa trauma bisa digantikan secara perlahan menjadi pola-pola kemudahan. Ada beberapa orang yang akhirnya bisa lepas dari kemunculan trauma setelah memperoleh wawasan. Namun, ada juga orang yang masih mengalami kemunculan trauma meskipun sudah selesai membangun wawasan dan pola kemudahan.
Di saat ada orang yang mengalami kemunculan trauma, dukungan yang bisa kita upayakan pertama adalah mengingatkan bahwa peristiwa itu sudah berlalu. Pendamping yang baik bisa mendukung dengan mengembalikan pijakan. Proses perawatan diri soal kemunculan trauma bisa menghabiskan banyak waktu jika diatasi sendirian. Pendamping yang baik bisa mempercepat seseorang kembali berpijak. Pijakan pada realitas artinya kembali ke sini dan sekarang. Apa yang kita lihat? Apa yang kita dengarkan? Apa yang kita sentuh? Ada dimana kita? Mengaktifkan kembali indra kita untuk berada di tempat berada. Juga kata-kata seperti “tidak ada kata-kata atau tindakan yang membuat diri mu lebih berharga daripada dirimu saat ini”, serta “kamu sudah berharga tanpa perlu membuktikan” bisa membantu di suasana yang sedang berat dan galaunya oleh orang yang mengalami kemunculan trauma.
Ini adalah tulisan bertema Kesehatan Jiwa. Kamu bisa dukung Kalaupadi dengan beri jajan di nihbuatjajan.com/kalaupadi


Posting Komentar