tiqUNlKhA9rYA6EcjzIC9JgyYepNTgUokUaq6D7G
Terjemahan

Berduka dan Belajar

Membutuhkan waktu lebih dari dua minggu untuk aku bisa benar-benar menyentuh perasaan ku sendiri setelah peristiwa traumatik. Mungkin beberapa teman pembaca mengetahui di media sosial bahwa aku telah membangun sebuah yayasan. Namun, ternyata itu gak berlangsung lama. Ada penyalahgunaan di situ dan aku berada dalam posisi yang tidak berdaya meskipun posisi ku adalah ketua. Dengan berat hati, aku akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dan menjalani masa sabatikal. Beban yang dirasakan terlalu menyakitkan untuk aku alami. Aku merasa kehilangan arah dan tujuan hidup. Termasuk kehilangan gairah untuk benar-benar melanjutkan mendapatkan pekerjaan baru. Aku perlu menyelesaikan proses berduka ini.

Yang aku sadari adalah proses berduka tidak bisa dipercepat ataupun dilewatkan. Mengabaikan perasaan diri sendiri bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Proses berduka adalah alamiah dan wajar. Butuh waktu lama untuk aku bisa menyentuh pengalaman dan emosi dari peristiwa traumatik. Setelah mencapai perasaan, aku cukup merasakan dan mengalami emosi tersebut. Menghargai emosi yang hadir dan terbentuk untuk dialirkan keluar. Itu adalah langkah penyembuhan. 

Aku awal kira aku sedang mengalami emosinya.. Namun ternyata butuh waktu untuk benar-benar menyentuh emosinya. Yang ku alami selama dua pekan terakhir adalah aku menyentuh emosi dan kenangannya secara berangsur-angsur. Pikiran ku memunculkan imaji peristiwa dan rangsangan pikir tentang peristiwa buruk tersebut. Aku mengekspresikan emosi tersebut. Kemudian itu hadir lagi keesokan harinya, memberikan tilikan baru tentang peristiwa yang aku alami. Proses ini berhubungan dengan belajar juga rupanya.

Aku belajar untuk memahami proses yang telah aku lalui. Aku juga jadi sadar soal pertanda bahaya yang sudah hadir jauh beberapa bulan sebelum kejadian. Bahwa rekan penyalahguna kuasa sudah berkelompok dengan rekannya sejak awal. Kemudian muncul perasaan seperti diri ini digunakan sebagai batu loncatan. Perlu diingat bahwa perasaan yang muncul itu valid, perlu kebijaksanaan dalam menanggapinya.

Proses belajar, bersamaan dengan berduka ini terjadi secara berangsur-angsur. Yang terjadi pada hari ketika aku menulis postingan ini adalah aku mengalami penyangkalan. Aku gak percaya bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi. Aku berpikir mereka harus bertanggung jawab atas rasa sakit yang aku alami. Namun, mereka tidak mampu melakukannya. Dalam kondisi yang ku alami,  aku merasa bahwa langkah keadilan untuk peristiwa itu adalah menghentikan proyeknya. Karena kelompok pengaju dalam posisi yang tidak layak untuk mendapatkan hibah karena adanya penyalahgunaan.

Proses yang mungkin terjadi berikutnya adalah depresi. Namun aku rasa depresi ini sudah terjadi sejak beberapa hari yang lalu. Aku jadi kehilangan gairah hidup dan memproses peristiwa traumatik itu. Penyangkalan nya baru disadari hari ini. Kemudian nanti akan ada tawar menawar dan akhirnya bisa berpindah. Singkat prosesnya begitu.

Proses yang ku alami sekarang, ternyata mempercepat proses penyembuhan luka-luka yang terjadi sebelumnya. Aku membongkar pola keyakinan dan perilaku yang kurang sesuai dan mengubahnya jadi yang baru. Hubungan dengan beberapa orang jadi membaik karena sebelumnya ada kebuntuan. Aku semakin mudah memahami pola peristiwa dan membayangkannya. Banyak hal yang sudah dipelajari belakangan ini dan memang momen kampret seperti ini adalah pertanda untuk belajar.

2 komentar

Terima kasih sudah berkomentar
  1. Bener banget Kak, kalau lagi sedih dan berduka, otomatis juga lagi belajar.. Semangat mengambil hikmah ya, Kak. Mudah-mudahan selalu diberikan yang terbaik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih karena sudah membaca dan menuliskan komentar dukungan. Pastinya, aamiin. Kamu juga. Semangat menulis!

      Hapus
Populer