tiqUNlKhA9rYA6EcjzIC9JgyYepNTgUokUaq6D7G
Terjemahan

Renungan Sumpah Pemuda: Kita Generasi Gunung Api dari Trauma Lintas Generasi

Yang terjadi saat ini adalah buah dari apa yang sudah ditanam di masa lalu. Sebagai orang Indonesia, kita mengetahui bahwa kita punya sejarah penjajahan. Kita sudah merdeka dan berdaulat sekarang. Namun, apa kamu sadar bahwa penjajahan yang tertulis panjangnya selama 350 tahun itu menyisakan luka lintas generasi yang lestari dalam tubuh kita?

Saat ini kita seringkali melihat berita tentang pembangunan terjadi di mana-mana. Kita seakan berlomba menuju taraf kesuksesan dan keberhasilan. Orang-orang berusaha mengejar kesuksesan tanpa benar-benar terhubung dengan apa yang terjadi pada alam dan lingkungan sekitarnya. Bahkan, untuk sekedar berhenti dan menyapa orang sekitar. Kita menjadi asing terhadap satu sama lain. Kekerasan telah mengakar dan lestari, sementara tercerabut dari akar sejarah dan kearifan.

Saya memahami bahwa pola-pola itu hadir dan dirawat melalui asuhan orang tua. Nilai-nilai dan pandangan tentang dunia tempat kita tinggal telah membentuk sikap dan prinsip kita sekarang. Tentang tujuan hidup, juga tentang bagaimana kita berinteraksi dengan lingkungan dan alam sekitar kita.

Di balik kemuliaan yang kita pandang dari nilai-nilai tersebut. Ada nilai kekerasan dan penyelamatan diri tersemat di dalamnya. Ini membentuk pola sikap dan keyakinan yang kaku terhadap suatu hal, orang, atau peristiwa tertentu. Pola ini berasal dari kronologi waktu yang tidak kita alami, itu berasal dari leluhur kita.

Penjajahan, serta peristiwa traumatis lainnya hadir dalam pengalaman leluhur kita. Mereka merespons dan melakukan apa yang terbaik bagi mereka di saat itu. Namun, solusi itu mungkin hanya bermanfaat dalam satu waktu, pengembangan diperlukan, dan waktu juga kapasitas mereka terbatas untuk melakukan itu. Akhirnya, urusan-urusan yang terselesaikan dan juga yang belum selesai diwariskan kepada generasi setelahnya. Ketika beban-beban lintas generasi tidak disadari untuk waktu yang lama akibat kemudahan atau tidak adanya kesempatan untuk mengerjakan warisan trauma yang belum selesai, akan tiba satu generasi yang pada akhirnya menyadari beban sebesar gunung api dan menyelesaikannya. Gunung api itu memang akan meletus pada generasi tersebut. “Kerusakan” mungkin tampak dan dirasakan, kemudian akan berlanjut pada kesempatan untuk menyadari dan membereskan urusan-urusan lintas generasi yang belum selesai.

Sebagai salah satu generasi gunung api tersebut, saya mulai tumbuh dan pulih dengan welas asih. Saya menyadari dan memperhatikan alam dan orang-orang di sekitar saya. Saya menemukan pola-pola traumatis itu hadir dan terwujud dimana-mana. Lewat kepribadian, budaya sosial, budaya agama, struktur sosial, hukum, norma, dan masih banyak lagi. Pola dan struktur itu lahir dan bertahan memang dengan tujuan yang tampaknya baik, yakni melindungi diri dari ketidaktahuan. Namun di saat dunia kini berubah dan memanggil kita untuk berjalan beriringan, kita akan bisa menemukan pola-pola traumatis dalam struktur tersebut. Kita telah diberikan kesempatan untuk menyelami kembali sejarah kebaikan dan kepahitan di masa lalu, tentang praktik baik dan praktik yang perlu ditinggalkan.

Wawasan ini telah menegaskan saya untuk terus berpijak. Saya tahu benar, bahwa pandangan ini tampak seperti usaha perlawanan terhadap sebuah sistem atau struktur yang dianggap mapan. Saya hadir dengan kearifan dan kesiapan berkontribusi pada orang-orang dan alam di sekitar saya.

Postingan ini menjadi renungan utama saya berhubungan dengan peringatan sumpah pemuda. Saya berterima kasih kepada Christa Noella Wongsodikromo yang telah menyadarkan saya mengenai trauma lintas generasi dan perbaikan penjajahan. Wawasan tersebut telah menjadi hidup di dalam diri saya.

sumber: pontas.id

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkomentar
Populer