Di saat merindukan cinta pertama, saya sadar bahwa ada sesuatu yang hilang di diri saya. Bukanlah orang di cinta pertama yang saya butuhkan. Melainkan keterampilan sosial yang mengantar ku pada pengalaman serupa. Dulu saya terjebak dalam logika bahwa yang saya butuhkan adalah orangnya. Ternyata yang saya butuhkan adalah keterampilan dan kebiasaan sosial untuk memperoleh pengalaman serupa.
Sebelum melanjutkan postingan ini, saya beritahukan pada pembaca yang budiman bahwa postingan di blog ini lebih merupakan pustaka sumber daya pribadi. Karena saya menulis sambil mencari apa yang saya butuhkan. Tak menyangka bahwa tulisan-tulisan saya banyak membantu orang dengan wawasan yang saya dapatkan sepanjang prosesnya. Ada seorang pembaca budiman memberitahu saya bahwa wawasan yang saya bagikan adalah unik dan karenanya bagus untuk luangkan waktu beberapa menit dalam satu pekan membaca artikel baru Kalaupadi.
Di sisi lain, saya masih berjuang secara ekonomi. Saya belum mendapatkan pekerjaan layak. Meskipun kerja lepas, saya belum dipertemukan dengan orang-orang yang membutuhkan saya. Salah satu penghambatnya adalah nilai. Aku ternyata cukup ajeg soal dengan siapa saya bekerja, dan akomodasi kebutuhan khusus yang saya butuhkan.
Di saat tidak ada pekerjaan, saya otomatis menyalakan komputer dan mulai menulis. Mencari sesuatu dari diri saya yang perlu didukung dan mencari referensinya. Saya terbuka untuk permintaan artikel, kamu bisa kirim permintaan lewat formulir kontak di Kontak dan Ketemu - Kalaupadi atau sekalian donasi di Kalaupadi (@kalaupadi) | Nih buat jajan.
Di saat merindukan cinta pertama
Untuk saat ini memperhatikan kebutuhan diri adalah hal terpenting. Selain mengetahui apa yang dibutuhkan, diri juga perlu tahu bagaimana cara memenuhi kebutuhan tersebut. Kadang, ada informasi keliru yang perlu dikerjakan ulang supaya bisa dapat bahasa yang tepat. Sementara perjuangan masih terus berlanjut, saya kembali mempertanyakan tentang kerinduan.
Dalam buku puisi “Dada yang Terbelah” karya Ratna Ayu Budhiarti, saya ingat bagaimana kerinduan menjadi tema yang menyakitkan. Baru saya ilhami sekarang bahwa proses tersebut adalah penyingkapan dan penyembuhan. Kebetulan saja, ada pengalaman hidup yang memicu sehingga orang yang memicu itu terasa di awal seperti seorang musuh yang membuat diri sakit. Namun dalam perjalanannya, itu adalah perjalanan pembebasan diri.
Tema kerinduan yang sudah cukup lama dimunculkan dari dalam diriku adalah sebuah kekuatan yang mendorong perubahan. Di saat diri hidup seperti biasa, tiba-tiba ada dorongan yang menuntun pada perubahan. Seseorang yang berusaha dan berupaya tersebut senantiasa merasakan kerinduan yang mendalam. “Ia membawa ku pergi jauh dengan tubuh ini. Apa diriku dipanggil oleh tanah ini? Ataukah memang tubuhku yang mencarinya?”
Kerinduan ini menemani hingga berjumpa cinta pertama dan menikmati setiap momennya...
Beberapa tahun berlalu, hingga kemudian dihampiri lagi oleh rindu cinta pertama. Itu adalah momen berkesan dalam hidup. Diri mengingatkan bahwa ada sesuatu yang hilang dari hidup. Sedih untuk mengetahui bahwa peristiwa itu sudah berakhir, tetapi bukan artinya diri tidak akan mendapatkan pengalaman serupa lagi atau bahkan yang lebih baik. Mendengarkan lagu First Love oleh Utada Hikaru membawa ingatan segar tentang cara-cara yang ku upayakan hingga bisa menjalani cinta pertama.
Memaknai cinta dalam hidup, sebagaimana merangkul kerinduan dalam hidup. Jalan di hadapan adalah misteri. Bisa bayangkan dan upayakan tetapi tidak bisa pastikan hasil akhirnya. Selain harap paling baik, kerinduan mendampingi, serta keyakinan pada diri sendiri terlebih dahulu.
Pengalaman itu menjadi indah karena pengalaman cinta itu bisa saja pergi...
ini adalah tulisan Kalaupadi bertema Renungan. Dukung Kalaupadi dengan beri jajan di nihbuatjajan.com/kalaupadi.


Posting Komentar