tiqUNlKhA9rYA6EcjzIC9JgyYepNTgUokUaq6D7G
Terjemahan

Tips yang Perlu Diperhatikan Tentang Pemulihan Pribadi

Salah satu motivasi saya untuk mulai kembali menulis blog sejak awal adalah mendokumentasikan perjalanan pemulihan pribadi. Pengalaman lokakarya tentang Pemulihan Pribadi di RSJ Provinsi Jawa Barat di tahun 2016 adalah titik balik bagi saya membangun optimisme soal apa yang saya kerjakan selama ini. Saya mendapatkan dukungan yang memadai dan motivasi internal yang kuat untuk bisa mengatasi kesulitan besar yang dihadapi dalam hidup.

Kesulitan besar itu bisa diselesaikan tidak dengan perubahan radikal, melainkan memecah dan mengurainya. Bagaikan sajian hidangan, kesulitan besar itu adalah prasmanan dengan aneka ragam makanan dan minuman. Untuk itu, kita perlu membawa sajian itu satu per satu ke meja makan dan menyantapnya. Jika diibaratkan sebagai hidangan prasmanan, terlihat seperti kita sudah disediakan makanan yang berlimpah untuk disantap selama beberapa tahun. Hidangan itu abadi, dan jika tidak disantap maka meja prasmanan akan terus penuh dengan hidangan baru hasil pengalaman hidup baru yang datang kemudian.

Kenapa menganalogikannya sebagai prasmanan? Kesulitan emosi, kenangan trauma yang membuat mimpi buruk, bisikan-bisikan halusinasi, mereka semua punya nutrisi – sebuah konten belajar yang berguna supaya bisa mengatasi stres dalam hidup. Stres wajar terjadi dalam hidup, ada takaran sehat untuk itu. Namun saat tidak punya keterampilan untuk mengatasinya, kita mencari cara yang sekiranya paling mudah yang sangat membantu untuk kondisi saat itu meskipun itu tidak akan bagus jika terus dilakukan untuk jangka panjang.

Sepanjang tujuh tahun perjalanan pemulihan pribadi saya, disertai penemuan bahwa kondisi autisme dan ADHD sejak kecil menjadi tambahan faktor yang menciptakan kesulitan dalam hidup saya selain psikosis berat yang dialami tahun 2016 lalu, saya merangkum beberapa wawasan praktik baik tentang yang perlu diperhatikan dalam pemulihan pribadi. Hal yang saya sampaikan di sini, mungkin merupakan wawasan ideal dan tidak semua layanan dukungan di Indonesia (kesehatan dan Psikologi) bisa menyediakannya secara komprehensif. Ada beberapa pertimbangan seperti ekonomi, mengingat sangat besarnya biaya perawatan penyembuhan dan pemulihan mental, ada alternatif yang saya berikan berupa pendidikan yang akan saya bagikan di bawah.

Menyediakan sumber daya penyembuhan dan pemulihan

Pemulihan pribadi adalah...

“... proses yang sangat pribadi dan unik untuk mengubah sikap, nilai, perasaan, tujuan, keterampilan, dan/atau peran seseorang. Ini adalah cara menjalani kehidupan yang memuaskan, penuh harapan, dan memberikan kontribusi bahkan dengan keterbatasan yang disebabkan oleh penyakit. Pemulihan melibatkan pengembangan makna dan tujuan baru dalam hidup seseorang saat seseorang tumbuh melampaui efek katastropik dari penyakit mental. (Anthony, 1993)”

Dengan adanya pemahaman ini, saya mengilhami bahwa diri punya kapasitas untuk mengenali gejala dan pengalaman sendiri. Saya memiliki akun untuk mengembangkan cara pribadi saya untuk pulih dari masalah mental yang saya alami serta menentukan sendiri jenis pertolongan yang saya butuhkan. Saya dapat belajar dan mendukung diri saya sendiri untuk bisa produktif secara unik sambil mengembangkan cara-cara penanganan krisis yang tepat.

Oleh karena itu, kesadaran ini mendorong seseorang untuk menjangkau pertolongan hingga ia bisa menyediakan sumber daya penyembuhan dan pemulihan mental yang cukup dan memadai. Perlu diperhatikan juga bahwa hal yang memicu masalah mental, salah satunya adalah tidak adanya sumber daya seperti teknik-teknik psikologis untuk menangani peristiwa sulit dalam hidup.

Memprihatinkan juga di saat diri tidak dapat kebutuhan yang tidak terpenuhi, itu salah satu bentuk dari trauma. Orang biasanya berpikir bahwa trauma itu terjadi saat adanya peristiwa kekerasan yang ekstrem. Namun, itu bisa terjadi bahkan pada hal yang dianggap remeh seperti absennya perlakuan yang dibutuhkan saat peristiwa tertentu.

Karena ketiadaan sumber daya itu, kita bisa melatih diri untuk menyediakan sumber daya yang dibutuhkan, termasuk:

  1. Psikolog
  2. Psikiater
  3. Obat psikofarmaka
  4. Konselor
  5. Keluarga pendukung
  6. Teman pendukung
  7. Alat-alat psikologis
    • Strategi koping
    • Pengaliran Emosi
    • Penyembuhan trauma
    • Komunikasi asertif
    • Menulis Jurnal
    • dan sebagainya...

Waktu dan Praktik Konsisten

Setelah sumber daya dan dukungan disediakan, kita butuh waktu dan praktik konsisten. Itu karena ada pengalaman perkembangan dan belajar dalam proses pemulihan. Untuk bisa menyelesaikan isu-isu sulit dalam hidup, kita perlu membekali diri dengan keterampilan-keterampilan psikologis yang cukup dan memadai. Itu mencakup berbagai aspek dan situasi yang mungkin dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk risiko kilas balik, pola kaku, dan krisis mental lainnya, yang bisa muncul tanpa diprediksi.

Perlu diperhatikan juga bahwa praktik yang dilakukan bersama profesional kesehatan jiwa perlu dilatih secara konsisten. Sebuah perubahan bisa terjadi setelah minimal 3 pekan pembiasaan. Cukup latih satu kebiasaan, kemudian berlanjut ke satu kebiasaan berikutnya. Banyak yang dilatih dalam satu waktu bisa menguras banyak tenaga, hingga akhirnya kehilangan motivasi untuk melakukan perubahan. 

Melihat proses pemulihan secara realistis, bagi saya, mendukung diri untuk menerima. Pemulihan bukanlah sesuatu yang instan. Setiap orang punya waktunya sendiri. Pemulihan pun lebih banyak terjadi di dalam sehingga diri tidak bisa serta merta menilai pemulihan orang lain sekedar dari produktivitasnya dalam bekerja.

Rayakan setiap kemajuan, sekecil apa pun itu. Rangkul kegagalan sebagai keberhasilan, karena itu adalah kesempatan untuk belajar. Kita gak belajar kalau gak ada kesalahan.

Alternatif yang Memperhatikan Kondisi Ekonomi: Pendidikan Alternatif

Perawatan kesehatan jiwa menjadi terjangkau dengan adanya asuransi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau yang lebih banyak dikenal dengan BPJS. Perawatan yang tersedia kebanyakan terbatas di konseling singkat dan farmakoterapi oleh Psikiater. Akses perawatan psikoterapi dan konsultasi Psikologis biasanya tidak dilingkupi oleh layanan dokter Psikiater, jarang ada Psikiater yang tersedia memberikan Psikoterapi. 

Idealnya dukungan diberikan oleh Psikiater dan Psikolog secara bersamaan. Supaya permasalahan dan krisis bisa diatasi. Seseorang jadi punya kesempatan untuk belajar dan berkembang, mengenali dirinya dan menggunakan alat-alat psikologis yang dibutuhkan. 

Dikarenakan biaya ke Psikolog tidak terjangkau bagi kebanyakan orang, maka alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan mengedukasi diri dengan ikut kelas ataupun membaca referensi perawatan mental pribadi. Ini adalah upaya ekonomis yang bisa dilakukan oleh orang dengan masalah kejiwaan.

Jurnal adalah kegiatan sederhana yang banyak membantu. Tandai dan sorot hal penting dalam jurnal untuk dibagikan kepada Psikiater saat konsultasi singkat. Akan ada kesempatan Psikiater memberikan tips ataupun petunjuk soal keterampilan Psikologis apa yang perlu dilatih untuk satu waktu. Rekam lah saran tersebut dan cari referensinya. 

Kegiatan hobi merupakan bagian dari jurnal pribadi. Ekspresi dan renungan bisa terjadi sepanjang melakukan kegiatan. Biasakan untuk bawa buku kecil untuk merekam perasaan dan pikiran yang muncul saat mengerjakan hobi. Ini bisa membantu untuk mengurai hidangan-hidangan besar dan kecil dari prasmanan permasalahan hidup.

Terlibat dalam komunitas dukungan kesehatan jiwa bisa sangat membantu untuk mengenali kondisi diri jauh lebih baik. Komunitas memberikan banyak akses informasi mengenai perkembangan terbaru keilmuan yang berkaitan dengan masalah mental pribadi, serta terapi dan psikoedukasi kelompok. Kita bisa ambil peran dalam advokasi komunitas untuk pelayanan dan dukungan publik yang lebih baik, tidak hanya peningkatan pelayanan kesehatan saja.

Tantangan: budaya dan norma sosial yang tidak mengakomodasi

Perawatan dan dukungan kesehatan jiwa mungkin tidak tersedia, terbatas, atau memiliki informasi yang kurang akurat dalam budaya-budaya maupun norma sosial di lingkungan tertentu. Oleh karena itu, diri perlu membangun literasi media dan dukungan pribadi yang baik dan tepat. Menyadari kemungkinan kekurangan sumber daya kultural untuk kesehatan jiwa yang mungkin bisa menghambat pemulihan pribadi, penting untuk mengilhami bahwa yang dialami dan dipelajari selama ini adalah sebuah cara untuk membangun budaya dan norma yang mengakomodasi pemulihan kesehatan jiwa.

Proses untuk membangun budaya dan dukungan sosial adalah perjalanan yang panjang. Diawali pemasangan batasan yang jelas dan sehat untuk diri dan orang sekitar, serta kesiapan untuk mengedukasi lingkungan adalah keterampilan dasar. Batasan yang jelas dapat membantu diri mengenali apakah seseorang cukup nyaman untuk diberitahukan tentang kondisi diri dan akomodasi kebutuhan khusus. 

Perlakuan yang layak dari lingkungan sekitar bisa dicapai dengan advokasi diri. Kampanye untuk sekedar memulihkan diri tampaknya tidak cukup untuk bisa mencapai aktualisasi diri yang optimal. Masalah kesehatan jiwa termasuk permasalahan sistemis yang mempengaruhi pengasuhan, pendidikan, hingga kebiasaan dan perlakuan sosial yang berbuah kondisi orang dengan masalah kejiwaan saat ini. Orang dengan kondisi kesehatan jiwa yang baik perlu memahami hak istimewanya dan turut serta mendukung aksesibilitas orang-orang yang sedang dalam pemulihan.

Penutup: Kamu Tidak Sendiri

Saya simpulkan bahwa pergumulan kesehatan mental tidak sekedar pribadi, melainkan pergumulan peradaban manusia saat ini. Melalui krisis mental, saya mulai memahami bahwa budaya dan sosial di sekitar saya tidak menyediakan sumber daya yang tepat soal penanganan dan perawatan mental. Masih ada tabu dan penghambat lintas generasi yang mempersulit pemerolehan akses yang tepat. Sehingga langkah pemulihan, yang diawali dari diri sendiri, bisa bermakna dengan pemulihan kolektif. Kamu tidak sendiri menghadapinya.

Ini adalah tulisan Kalaupadi bertema Kesehatan Jiwa. Dukung Kalaupadi dengan beri Jajan di nihbuatjajan.com/kalaupadi

Referensi

Anthony, W. A. (1993). Recovery from mental illness: The guiding vision of the mental health service system in the 1990s. Psychosocial Rehabilitation Journal, 16(4), 11–23. https://doi.org/10.1037/h0095655

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkomentar
Populer