Ada satu waktu dalam hidup saya, permintaan maaf dari seseorang bisa jadi begitu berarti. Ada kesempatan lain saat permintaan maaf dari seseorang terasa palsu dan tidak tulus. Respons perasaan dan pikiran yang dialami tubuh kita adalah valid dan itu adalah pesan yang bisa ditanggapi dengan bijak. Lalu saya menanyakan kekuatan apa yang bisa muncul dari meminta maaf.
Saya telah menulis Jalan
Panjang Pengampunan (dan Cara untuk Mengampuni Seseorang) - Kalaupadi dan
menemukan bahwa keterampilan mengampuni seseorang adalah perkembangan lanjutan.
Saya belum tahu dan mengalami apakah meminta maaf adalah perkembangan lanjutan
juga. Yang saya alami, meminta maaf jadi lebih sulit saat emosi di dalam diri
belum selesai.
Melanjutkan bahasan di Arti Meminta
Maaf - Kalaupadi, saya menyoroti gagasan John Kador
Pertama, permintaan maaf adalah sesuatu yang
harus dipraktikkan. Permintaan maaf adalah kecenderungan untuk bertindak
sesuatu yang bisa dilihat dan diukur. Permintaan maaf mungkin bermula sebagai
sebuah perasaan, hasrat untuk meluruskan keadaan, tapi permintaan maaf menuntut
komitmen untuk mempraktikkan hasrat itu, untuk benar-benar mengemban tugas
berani untuk memperlihatkan rasa welas asih pada orang lain. Meminta maaf
adalah sesuatu yang kita lakukan dalam konteks sebuah hubungan. Sebuah dinamika
yang dapat dilihat antara yang bersalah dan yang disalahi. Niat untuk meminta
maaf merupakan sebuah awal, tapi tidak bisa disebut permintaan maaf sampai Anda
benar-benar menjalankannya. Jika pengalaman itu hanya berlangsung di dalam diri
Anda atau lewa seorang perantara, itu adalah pengakuan. Pengakuan merupakan hal
bagus, tapi bukan sebuah permintaan maaf.
Kedua, permintaan maaf menuntut kita untuk
mengulurkan diri, untuk merentangkan diri menjangkau "sesuatu yang lebih
besar dari diri kita, demi kebaikan hubungan yang kita bina Saat kita
memikirkan permintaan maaf yang akan kita buat sesuatu itu
mungkin masih belum nyata bagi kita, namun tetap saja kita meminta maaf. Kita
sadar bahwa mengulurkan diri menuntut kita untuk membuka diri, menjadi rentan.
Hal itu membutuhkan toleransi dan pengorbanan. Terkadang, seperti akan kita
lihat nanti, ada harga yang harus dibayar untuk meminta maaf, meski harga itu
sama sekali tidak semahal harga alternatif lainnya, yakni berbohong dan
menyangkal. Lebih dari itu, permintaan maaf menuntut kita untuk mengulurkan
diri dengan cara melakukan “sesuatu” dengan nyata. Kita tidak bisa berusaha
keluar dari kekacauan yang telah kita ciptakan dengan hanya bermodal kata-kata
manis.
Ketiga, permintaan maaf menantang kita untuk
merendahkan hati. Kerendahan hati bukan berarti berpikir rendah akan diri kita
sendiri, melainkan lebih sedikit memikirkan diri sendiri. Dalam konteks
permintaan maaf, kerendahan hati berarti kita mendudukkan orang yang telah kita
sakiti sebagai unsur penting bagi kesejahteraan diri kita. Sang pelaku
kesalahan mendapati bahwa dengan bersedia memperlakukan sang korban sebagai
pihak yang sederajat, ia bisa menjadi lebih tulus. Kesediaan untuk merendahkan
hati memberi kita dasar yang sangat baik untuk pengampunan.
Ketiga kekuatan penyembuhan dari meminta maaf
tersebut menjadi landasan dalam pengertian meminta maaf.
Satu hal penting yang saya tandai dari kutipan
adalah bahwa orang yang melakukan kesalahan memosisikan dirinya dan ikut
mengalami penderitaan dan kerugian yang dialami oleh orang yang terdampak.
Tidak sekedar berkata maaf dan berjabat tangan tanpa benar-benar ikut
merasakan. Juga mempertimbangkan ganti rugi atau kompensasi yang bisa diberikan
atas kerugian tersebut.
Saya jadi ingat ada seseorang yang meminta
maaf dan tidak mau menyinggung soal kesalahan yang ia pernah lakukan. Lalu ia meminta
aku untuk bekerja dalam proyek yang ia mulai. Ketika memulai, aku mulai merasa
tidak nyaman. Waktu itu, saya merasa sangat marah sehingga memicu konflik. Tak
lama setelahnya, saya dikeluarkan dari kelompok proyek. Beberapa tahun setelahnya
(butuh waktu lama), akhirnya menyadari bahwa seseorang itu tidak meminta maaf
secara tulus. Ia meminta maaf dengan tujuan supaya aku bisa mengerjakan proyek
yang ia mulai. Sebelum melakukan sebuah proyek atau bisnis bersama penting
untuk menyelesaikan perkara di masa lalu yang belum selesai. Pilihan buruk
untuk mendorong orang untuk sama-sama melupakan kesalahan dan konflik dan
buru-buru memulai proyek yang baru.
Wawasan baru ini mengingatkan saya pada
berbagai peristiwa serupa yang pernah dialami. Dengan demikian, saya bisa
menyimpulkan bahwa ada beberapa orang yang meminta maaf secara tidak tulus
kepada saya. Itu mempengaruhi kesejahteraan psikologis saya. Batasan diperlukan
untuk menjaga kesehatan mental saya. Saya juga jadi sadar bahwa sebaiknya saya
segera meninggalkan kelompok-kelompok atau orang-orang yang tidak menyampaikan
permintaan maaf secara tidak tulus. Karena ada niatan transaksional supaya saya
bisa bergabung kembali dalam lingkungan atau sistem yang dikelola dan dikembangkan
oleh orang tersebut tanpa melibatkan saya.
Membuat saya sedikit termenung dengan penemuan
baru ini. Namun, saya cukup lega bahwa saya bisa dapat banyak dari sedikit. Dan
semoga teman-teman juga memperoleh hal baik dari blog Kalaupadi. Yang saya bagikan
memang hal banyak dari sedikit, dan bagi saya mudah direnungkan. Hasilnya
praktis dan bisa langsung dicoba.
Daftar Pustaka
Kador, J. (2009). effective apology: merajut hubungan, memulihkan kepercayaan (I. Aunullah, Ed.; 1st ed.). Penerbit Gemilang.



Posting Komentar