tiqUNlKhA9rYA6EcjzIC9JgyYepNTgUokUaq6D7G
Terjemahan

Daya Kekuatan Meminta Maaf


Ada satu waktu dalam hidup saya, permintaan maaf dari seseorang bisa jadi begitu berarti. Ada kesempatan lain saat permintaan maaf dari seseorang terasa palsu dan tidak tulus. Respons perasaan dan pikiran yang dialami tubuh kita adalah valid dan itu adalah pesan yang bisa ditanggapi dengan bijak. Lalu saya menanyakan kekuatan apa yang bisa muncul dari meminta maaf.

Saya telah menulis Jalan Panjang Pengampunan (dan Cara untuk Mengampuni Seseorang) - Kalaupadi dan menemukan bahwa keterampilan mengampuni seseorang adalah perkembangan lanjutan. Saya belum tahu dan mengalami apakah meminta maaf adalah perkembangan lanjutan juga. Yang saya alami, meminta maaf jadi lebih sulit saat emosi di dalam diri belum selesai.

Melanjutkan bahasan di Arti Meminta Maaf - Kalaupadi, saya menyoroti gagasan John Kador (2009) tentang kekuatan penyembuhan dari meminta maaf. Ada tiga poin yang disebutkan oleh John Kador. Setelahnya saya akan bagikan refleksi saya mengenai itu.

Pertama, permintaan maaf adalah sesuatu yang harus dipraktikkan. Permintaan maaf adalah kecenderungan untuk bertindak sesuatu yang bisa dilihat dan diukur. Permintaan maaf mungkin bermula sebagai sebuah perasaan, hasrat untuk meluruskan keadaan, tapi permintaan maaf menuntut komitmen untuk mempraktikkan hasrat itu, untuk benar-benar mengemban tugas berani untuk memperlihatkan rasa welas asih pada orang lain. Meminta maaf adalah sesuatu yang kita lakukan dalam konteks sebuah hubungan. Sebuah dinamika yang dapat dilihat antara yang bersalah dan yang disalahi. Niat untuk meminta maaf merupakan sebuah awal, tapi tidak bisa disebut permintaan maaf sampai Anda benar-benar menjalankannya. Jika pengalaman itu hanya berlangsung di dalam diri Anda atau lewa seorang perantara, itu adalah pengakuan. Pengakuan merupakan hal bagus, tapi bukan sebuah permintaan maaf.

Kedua, permintaan maaf menuntut kita untuk mengulurkan diri, untuk merentangkan diri menjangkau "sesuatu yang lebih besar dari diri kita, demi kebaikan hubungan yang kita bina Saat kita memikirkan permintaan maaf yang akan kita buat sesuatu itu mungkin masih belum nyata bagi kita, namun tetap saja kita meminta maaf. Kita sadar bahwa mengulurkan diri menuntut kita untuk membuka diri, menjadi rentan. Hal itu membutuhkan toleransi dan pengorbanan. Terkadang, seperti akan kita lihat nanti, ada harga yang harus dibayar untuk meminta maaf, meski harga itu sama sekali tidak semahal harga alternatif lainnya, yakni berbohong dan menyangkal. Lebih dari itu, permintaan maaf menuntut kita untuk mengulurkan diri dengan cara melakukan “sesuatu” dengan nyata. Kita tidak bisa berusaha keluar dari kekacauan yang telah kita ciptakan dengan hanya bermodal kata-kata manis.

Ketiga, permintaan maaf menantang kita untuk merendahkan hati. Kerendahan hati bukan berarti berpikir rendah akan diri kita sendiri, melainkan lebih sedikit memikirkan diri sendiri. Dalam konteks permintaan maaf, kerendahan hati berarti kita mendudukkan orang yang telah kita sakiti sebagai unsur penting bagi kesejahteraan diri kita. Sang pelaku kesalahan mendapati bahwa dengan bersedia memperlakukan sang korban sebagai pihak yang sederajat, ia bisa menjadi lebih tulus. Kesediaan untuk merendahkan hati memberi kita dasar yang sangat baik untuk pengampunan.

Ketiga kekuatan penyembuhan dari meminta maaf tersebut menjadi landasan dalam pengertian meminta maaf.

Satu hal penting yang saya tandai dari kutipan adalah bahwa orang yang melakukan kesalahan memosisikan dirinya dan ikut mengalami penderitaan dan kerugian yang dialami oleh orang yang terdampak. Tidak sekedar berkata maaf dan berjabat tangan tanpa benar-benar ikut merasakan. Juga mempertimbangkan ganti rugi atau kompensasi yang bisa diberikan atas kerugian tersebut.

Saya jadi ingat ada seseorang yang meminta maaf dan tidak mau menyinggung soal kesalahan yang ia pernah lakukan. Lalu ia meminta aku untuk bekerja dalam proyek yang ia mulai. Ketika memulai, aku mulai merasa tidak nyaman. Waktu itu, saya merasa sangat marah sehingga memicu konflik. Tak lama setelahnya, saya dikeluarkan dari kelompok proyek. Beberapa tahun setelahnya (butuh waktu lama), akhirnya menyadari bahwa seseorang itu tidak meminta maaf secara tulus. Ia meminta maaf dengan tujuan supaya aku bisa mengerjakan proyek yang ia mulai. Sebelum melakukan sebuah proyek atau bisnis bersama penting untuk menyelesaikan perkara di masa lalu yang belum selesai. Pilihan buruk untuk mendorong orang untuk sama-sama melupakan kesalahan dan konflik dan buru-buru memulai proyek yang baru.

Wawasan baru ini mengingatkan saya pada berbagai peristiwa serupa yang pernah dialami. Dengan demikian, saya bisa menyimpulkan bahwa ada beberapa orang yang meminta maaf secara tidak tulus kepada saya. Itu mempengaruhi kesejahteraan psikologis saya. Batasan diperlukan untuk menjaga kesehatan mental saya. Saya juga jadi sadar bahwa sebaiknya saya segera meninggalkan kelompok-kelompok atau orang-orang yang tidak menyampaikan permintaan maaf secara tidak tulus. Karena ada niatan transaksional supaya saya bisa bergabung kembali dalam lingkungan atau sistem yang dikelola dan dikembangkan oleh orang tersebut tanpa melibatkan saya.

Membuat saya sedikit termenung dengan penemuan baru ini. Namun, saya cukup lega bahwa saya bisa dapat banyak dari sedikit. Dan semoga teman-teman juga memperoleh hal baik dari blog Kalaupadi. Yang saya bagikan memang hal banyak dari sedikit, dan bagi saya mudah direnungkan. Hasilnya praktis dan bisa langsung dicoba.

Daftar Pustaka

Kador, J. (2009). effective apology: merajut hubungan, memulihkan kepercayaan (I. Aunullah, Ed.; 1st ed.). Penerbit Gemilang.

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkomentar
Populer